Kamis, 11 Juli 2013

Menentukan Harga Foto

13649524162059396855
Saya senang sekali  membaca tulisan “Menghitung harga Jualan Fotografi”. Saya menikmati tulisan  Didiet itu.
Apa yang ditulis oleh Didiet  sangat bagus, dan memberikan gambaran kepada fotografer berapa harga yang harus dipasang pada jasa yang diberikan oleh mat kodak.
Izinkan saya memberikan komentar (yang panjang), sebagai tambahan saja (sebab tulisan Didiet sudah lengkap dan bagus).
Sebenarnya apa yang ditulis oleh Didiet bisa disebut sebagai harga pokok produksi, atau harga yang dikeluarkan untuk membuat sebuah produk (barang atau jasa), dalam hal ini jasa memotret. Juragan pabrik sering menyebutnya dengan istilah HPP.
Berdasarkan HPP itu kita menetapkan margin atau keuntungan yang pantas kita terima. HPP + Margin itu yang kita sebut harga jual.
Namun sebelum sampai menetapkan harga, saya ingin merinci lagi komponen biaya yang biasa berlaku, yaitu:
  1. Biaya tetap: yang selalu ada. Jadi, kita memotret atau tidak memotret, biaya ini udah keluar.  Misalnya, biaya penyusutan kamera.

  2. Biaya kadang-kadang: bisa ada, bisa tidak ada, tergantung kebutuhan. Orang sering menyebut biaya tidak tetap. Atau dalam bahasa gaul disebut biaya variabel.

  3. Biaya investasi: biaya awal yang kita keluarkan untuk bisnis. Biaya ini dikeluarkan sekali saja, bukan setiap melakukan pemotretan. Di sini termasuk biaya belajar memotret. Nah, biaya tetap ini tak dimasukkan dalam membuat HPP.
Kalau dirinci lagi keterangan Didiet, biaya yang dirinci dia, bisa kita kelompokkan sebagai berikut:
Biaya Tetap
  • hitung biaya : penyusutan lensa dan kamera

  • hitung biaya : penyusutan komputer
Biaya Kadang-kadang
  • hitung biaya : bikin album + cetak foto + bikin frame …

  • hitung biaya : rokok + makan

  • hitung biaya : transport ke lokasi

  • hitung biaya : penggunaan listrik

  • hitung biaya : mikirin konsep

  • hitung biaya : asisten buat nemenin ngedit

  • hitung biaya : asisten buat bantuin motret

  • hitung biaya : capek seharian buat motret

  • hitung biaya : capek semingguan buat ngedit
Investasi:
  • hitung biaya : belajar motret

  • hitung biaya : belajar makai komputer
Nah, item di bawah ini belum masuk daftar.  Tapi biaya ini boleh ada, boleh tidak:
  1. biaya marketing (biaya tetap)

  2. biaya SDM (termasuk biaya capek seharian buat motret)

  3. managemen fee (jika kita mensubkan lagi pekerjaan ini kepada orang lain)

  4. biaya sewa kantor (biaya tetap)

  5. biaya asuransi untuk alat yang dipakai

  6. biaya brand. Maksudnya, kalau brand kita terkenal seperti Darwis, kita pasang harga minimal untuk menjaga brand agar gak jatuh (atau biaya franchise jika kita pake brand orang lain)

  7. biaya pajak

  8. apa lagi ya?
Kita jumlahkan semua biaya di atas, kita akan dapatkan biaya produksi. Tapi, yang bisa kita jumlahkan hanya biasa kadang-kadang saja, sedangkan biaya tetap dan biaya investasi susah ngitungnya. Karena itu, biaya penyusutan kamera, lensa, dan komputer lebih baik dialihkan menjadi biaya sewa kamera, lensa, dan komputer, sehingga bisa dipindahkan ke biaya kadang-kadang. Jadi, kalau kamera milik sendiri, kita bisa menyewa kamera itu pada diri sendiri. he he..
Sekarang kita menentukan margin, yang bakal masuk kantong sebagai tabungan kita.
Seperti disebut di atas, margin ini selisih dari harga jual dengan harga pokok produksi. Tentu saja kita (sebagai penjual jasa) menginginkan margin yang paling besar. Tapi, margin ini kita tak bisa menentukan sendiri. Di sini ada faktor klien dan pasar yang membentuk harga jual.
Nah, harga jual itu banyak faktornya. Kita tak bisa menentukan sendiri. Intinya, kalau fotografer di dunia ini cuma satu, maka harga jual jasa kita sebagai fotografer bisa pasang seenak kita. Tapi, kalau klien kita banyak pilihan, harga kita ditentukan oleh “pasar”.
Maksudnya “pasar”,  klien akan mencari yang termurah di antara fotografer yang sekelas dengan kita yang menawarkan jasa memotret ke klien. Jadi, fotografer yang tidak “sekelas” dicoret dulu dari daftar. Sehingga klien punya daftar pendek. Ini terjadi, jika klien kita pintar soal industri fotografer. Tapi, kalau klien kita bodoh, dia akan mencari yang termurah saja. Akibatnya, hasil foto tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh klien tersebut.
Jadi di semua industri ada pembagian kelas untuk penyedia jasa. Misalnya, kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Penentuan kelas itu banyak faktornya, antara lain: jam terbang, kualitas foto, kualitas fotografer, dan lain sebagainya.
Sekedar tambahan: sejak kamera digital merajalela, harga kamera makin murah, dan memotret makin simpel, jumlah fotografer makin banyak. Dan orang merasa memotret menjadi mudah. Jumlah orang memotret makin banyak, baik yang profesional, setengah profesional, atau mengaku profesional. Akibatnya, jumlah “pasokan” atau “penawaran” makin banyak.. Ini membuat “harga”  jasa memotret merosot.
Untuk menutup komentar ini, saya ceritakan dua pengalaman seorang fotografer dan pengalaman seorang klien dalam industri potret memotret
Pengalaman satu:
Seorang fotografer profesional yang berpengalaman dan hasil fotonya bagus. Harganya tergolong mahal. Tapi, kini orderan sepi karena banyak saingan. Lalu ini tips dia memasang harga: siapa yang butuh? Apakah klien kita yang butuh dengan kita? Atau kita yang lagi butuh klien?
Kalau kita lagi butuh klien, katanya, kita lagi gak punya uang, harus bayar kontrakan, beli susu anak, harus mendiamkan omelan istri karen udah lama gak dikasih belanja, ya dia pasang harga berapa saja, yang penting ada uang masuk.
Tapi, pada “kondisi normal”, masih ada tabungan, dan klien yang butuh kita, kita boleh pasang harga yang “normal” sesuai dengan kelas kita.
Pengalaman dua:
Sebuah perusahaan yang mempunyai klien tokoh politik yang harus dibuatkan fotonya untuk dipajang untuk kampanye. Foto tokoh politik ini yang beredar di media tak ada yang bagus (kualitas foto bagus, tapi ekspresi tokoh ini tak pernah baik). Nah, akhirnya klien ini memutuskan menggunakan fotografer yang paling terkenal, paling mahal, (bukan berarti kualitasnya paling bagus), untuk memotret sang tokoh. Apa Alasannya? Ini penjelasannya: Jika hasil fotonya tetap kurang memuaskan (maksudnya ekspresi tokoh itu tetap tak baik), kita bisa bilang ke tokoh itu, bahwa kita sudah memakai fotografer terbaik di Indonesia. Tidak ada lagi fotografer yang lebih terkenal dari orang itu. Ha ha..

Sekedar info: kualitas memotret fotografer di pengalaman satu rasanya lebih baik dibandingkan fotografer di pengalaman dua.  Inilah industri fotografer. Ha ha….

PAKET PROMO FOTO PRE WEDDING 2016 DI MEDAN

DAPATKAN PROMO LENGKAP DI  WWW.FACEBOOK.COM/MAMIPAPIPHOTOWORKS

Layanan Kami

photography, videography, prewedding videoclip, grapich design, printing house and else

Contact us

Nama

Email *

Pesan *